Monday, August 31, 2009

KEHARAMAN SENI LUKIS, SENI PAHAT, PATUNG DAN MONUMEN

Oleh: Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta

Pertanyaan: Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya :

1. Apakah keharman seni (lukis dan seni pahat) bersifat mutlak atau hanya untuk waktu tertentu?

2. Apa pandangan Islam terhadap pembuatan patung untuk berbagai macam tujuan?

3. Apa pandangan Islam terhadap monumen dan tugu-tugu peringatan bagi tentara atau pahlawan tidak dikenal?

4. Apa pandangan Islam terhadap karya lukis klasik dan seni abstrak?

5. Apa pandangan/sikap para pelaku seni (dalam hal ini pelukis dan pemahat) terhadap hadits-hadits yang mengharamkan hal itu?

Jawaban

1. Seni pahat atau seni lukis terhadap makhluk bernyawa hukumnya haram dan keharamannya adalah bersifat mutlak sepanjang masa kecuali bila itu dirasakan benar-benar penting seperti gambar atau photo untuk surat izin perjalanan, kartu tanda pengenal, paspor, kartu tanda pengenal dalam pekerjaan dan sebagainya yang digunakan untuk menghindari terjadinya penipuan identitas atau menjaga keamanan diri kita, maka dalam hal-hal ini terdapat pengecualian

2. Mendirikan patung untuk berbagai macam tujuan adalah haram, baik untuk dijadikan sebagai monumen peringatan bagi seorang raja, panglima perang, pemimpim sautu kaum, tokoh-tokoh pembaharuan, atau tokoh-tokoh yang menjadi simbol kecerdasan dan kegagahan seperti patung Abi Al-Haul ataupun untuk tujuan lainnya, karena keumuman hadits shahih yang menjelaskan tentang pelarangan hal-hal demikian, dan karena patung-patung dan gambar-gambar tersebut merupakan pemicu atau sarana bagi kemusyrikan sebagaimana yang terjadi pada kaum Nuh.

3. Mendirikan tugu-tugu atau menumen peringatan orang-orang terkenal dari kalangan pemimpin atau orang-orang yang ikut andil dalam membangun negara, baik dari kalangan ilmuwan, ahli ekonomi, politikus, juga mendirikan tugu peringatan bagi tentara atau pahlawan tidak dikenal merupakan perbuatan kaum jahiliyah dan merupakan perbuatan yang sangat berlebihan (melamaui batas). Maka dari itu, seringkali kita melihat orang-orang mengadakan upacara atau pesta peringatan disekitar tugu-tugu tersebut yang digelar pada waktu-waktu tertentu dengan meletakkan karangan bunga sebagai tanda penghormatan kepada mereka.

Perbuatan yang demikian sama saja dengan pemujaan berhala yang dilakukan pada masa-masa awal (jahiliyah) dan merupakan sarana menuju kesyirikan terbesar dan penentangan terhadap Allah. Maka kita wajib menghindari diri dari taklid yang demikian dengan menjaga kemurnian tauhid, mencegah pemborosan dari hal-hal yang tidak bermanfaat, dan menjauhkan diri dari perbuatan orang-orang kafir dengan tidak mengikuti mereka dalam kebiasaan dan taklid yang tidak ada kebaikan di dalamnya, bahkan menyeret kepada kesesatan.

4. Lingkup keharaman dalam masalah gambar atau lukisan adalah lukisan atau gambar makhluk bernyawa, baik gambar yang dipahat berupa patung maupun gambar yang dilukis di atas dinding, kanvas, kertas ataupun di atas kain tenun, baik yang dilukis dengan pinsil, pena ataupun alat tulis lainnya, baik lukisan dengan obyek nyata atau lukisan yang mengandalkan imajinasi, besar maupun kecil.

Maka obyek pelarangan di sini adalah segala jenis gambar makhluk bernyawa meskipun obyek penggambarannya berdasarkan imajinasi, seperti lukisan yang menggambarkan orang-orang terdahulu pada masa Fir’aun, atau lukisan para pemimpin perang salib, dan seperti lukisan yang menggambarkan Isa dan Bunda Maria yang dipampang di gereja-gereja serta gambar-gambar lainnya. Ini disebabkan keumuman nash yang menjelaskan tentang hal itu, juga dikarenakan pada hal yang demikian terdapat persamaan atau penyerupaan dari makhluk Allah, dan juga karena ia membawa kepada kesyirikan

5. Sebagian dari mereka bersikap mengingkarinya, tetapi hadits-hadits dengan sangat tegas menyebutkan keharamannya sehingga tidak ada keraguan di dalamnya. Mereka yang begelut dan berkecimpung di bidang seni lukis dan pahat berdalih bahwa ada pengecualian terhadap hal itu sesuai dengan perkembangan zaman, namun mereka tidak akan pernah mendapatkan alasan yang tepat karena hadits-hadits tersebut bersifat umum dan sangat jelas pelarangannya. Mereka mencoba mencari pembenaran (legalitas) atas tindakan yang mereka lakukan dengan mencari-cari alasan (rukhsah).

Pada kenyataannya, mereka berkecimpung di bidang itu tidak lain hanya untuk mengekspresikan seni keindahan, menyalurkan hobi, mengaktuliasasikan daya khayal yang mereka miliki yang kemudian bermuara kepada keinginan mereka untuk menjadikan karya seni sebagai mata pencaharian dan lapangan pekerjaan atau alasan-alasan lain yang tidak mungkin mendapatkan pengecualian (rukhsah) atas keharaman yang ditunjukkan oleh nash dan tidak mungkin pula dapat menghindar dari eksistensinya sebagai sesuatu yang menyeret kepada dosa terbesar (syirik).

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta (1/478, 479)]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]

Sumber : Almanhaj.or.id

SENI LUKIS : MENGUBAH SAMPAH DAUN MENJADI SENI LUKIS DAUN




Daun tumbuh-tumbuhan yang kering tidak hanya menjadi sampah dan membuat kebun tidak karuan. Namun, dengan tambahan lem, triplek/kanvas/kertas dan pigura, daun kering bisa berubah menjadi lukisan yang bernilai tinggi. Wiono Karso biasa dipanggil Mas Wi, membuat usaha lukisan dari daun tumbuh-tumbuhan yang sudah kering.

Awalnya, hobi melukis yang dimiliki Mas Wi, bosan melukis dengan media yang lazim digunakan seperti cat minyak dan kanvas. Ide membuat seni lukis daun muncul ketika Mas Wi melihat daun-daun tumbuh-tumbuhan kering berserakan mengotori halaman rumahnya. setelah diperhatikan dengan teliti ternyata daun memiliki warna dan tekstur yang unik dan tahan lama (daun yang kering), ia menjajal daun tumbuh-tumbuhan yang kering untuk dibuat lukisan.

Lukisan daun lebih awet dan tahan lama disimpan karena bahannya yang lentur. Selain itu, daun tumbuh-tumbuhan lebih kaya warna dibanding media lainnya. Cara membuatnya terbilang mudah, Mas Wi menuturkan, daun yang sudah layu atau kering di kumpulkan. Kemudian, daun kering itu di cuci dan direndam dengan kamper (kapur barus) yang dicairkan dengan minyak tanah selama 1-2 jam.

Setelah ditiriskan, daun tumbuh-tumbuhan dipotong-potong dan siap untuk diaplikasikan di atas triplek/kanvas/kertas yang telah dibuat pola dan dibubuhi dengan lem. Lukisan yang sudah jadi tersebut tinggal diberi pigura. "Kamper/kapur barus dan minyak tanah fungsinya untuk mengawetkan daun tumbuh-tumbuhan dan membuang kuman yang melekat," kata Mas Wi.

Usaha ini tidak membutuhkan banyak modal. Mas Wi mengaku hanya mengeluarkan uang untuk bahan, seperti lem, triplek/kanvas/kertas, dan pigura. Sementara untuk daun tumbuh-tumbuhannya, tinggal mengambil di mana-mana mengingat daun tumbuhan apa saja dapat dibuat lukisan. Mas Wi hanya perlu merogoh kocek kurang dari Rp 500.000 untuk menghasilkan sekitar 30 lukisan ukuran 50 x 50 cm.

Namun, karena masih asing bagi banyak orang, lukisan dari daun tumbuh-tumbuhan ini menemui kesulitan pada awal pemasarannya. Mas Wi mengawali pemasaran lukisan daunnya tahun 2006 silam di pasar-pasar daerah Kota Tebing Tinggi (SUMUT). Karena hanya sekedar dititipkan di toko orang lain, karyanya kurang laku.

Untuk menarik perhatian calon pembeli, Mas Wi mendemonstrasikan pembuatan lukisan dari daun. Hasilnya, kini lukisannya semakin dikenal dan pendapatan meningkat setiap bulannya.

Mas Wi mengantongi Rp 5 juta tiap bulannya dan meningkat ketika pameran atau hari libur. Untuk lukisan ukuran 20 x 30 cm dijual dengan harga Rp 50.000, sedang lukisan paling mahal dijual sekitar Rp 3 juta dengan ukuran 1.5 m x 90 cm. "Semakin besar ukuran dan rumit cara membuatnya, semakin mahal pula harganya, " kata Mas Wi.

Peminat lukisan daun ini justru banyak dari mancanegara seperti Malaysia, Jepang, dan Arab Saudi. Biasanya, kata Mas Wi, pembeli dari mancanegara memesan 30 lukisan setiap bulannya.

"Gambarnya bebas, ada pemandangan, manusia, hewan dan lain-lain, tapi yang paling laku gambar pemandangan karena orang luar (turis) suka lukisan pemandangan. Saya tinggal siapkan lukisannya, mereka yang memilih," kata Mas Wi. Sedangkan untuk dalam negeri, pesanan mengalir dari Bali, Batam, dan Medan. Pesanan terbanyak berasal dari Medan sekitar 10-15 lukisan per bulannya. Kedepan, Mas Wi berangan-angan ingin memperbesar lagi usahanya dengan menambah toko atau galeri untuk menjual lukisan daun karyanya.

Beberapa waktu yang lalu tepatnya bulan Mei 2009, Badan Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PMK) Kota Tebing Tinggi, memesan sebuah lukisan dari Mas Wi, guna dipamerkan dalam pameran pembangunan kabupaten/kota di Stabat Kabupaten Langkat.