Monday, August 31, 2009

SENI LUKIS : MENGUBAH SAMPAH DAUN MENJADI SENI LUKIS DAUN




Daun tumbuh-tumbuhan yang kering tidak hanya menjadi sampah dan membuat kebun tidak karuan. Namun, dengan tambahan lem, triplek/kanvas/kertas dan pigura, daun kering bisa berubah menjadi lukisan yang bernilai tinggi. Wiono Karso biasa dipanggil Mas Wi, membuat usaha lukisan dari daun tumbuh-tumbuhan yang sudah kering.

Awalnya, hobi melukis yang dimiliki Mas Wi, bosan melukis dengan media yang lazim digunakan seperti cat minyak dan kanvas. Ide membuat seni lukis daun muncul ketika Mas Wi melihat daun-daun tumbuh-tumbuhan kering berserakan mengotori halaman rumahnya. setelah diperhatikan dengan teliti ternyata daun memiliki warna dan tekstur yang unik dan tahan lama (daun yang kering), ia menjajal daun tumbuh-tumbuhan yang kering untuk dibuat lukisan.

Lukisan daun lebih awet dan tahan lama disimpan karena bahannya yang lentur. Selain itu, daun tumbuh-tumbuhan lebih kaya warna dibanding media lainnya. Cara membuatnya terbilang mudah, Mas Wi menuturkan, daun yang sudah layu atau kering di kumpulkan. Kemudian, daun kering itu di cuci dan direndam dengan kamper (kapur barus) yang dicairkan dengan minyak tanah selama 1-2 jam.

Setelah ditiriskan, daun tumbuh-tumbuhan dipotong-potong dan siap untuk diaplikasikan di atas triplek/kanvas/kertas yang telah dibuat pola dan dibubuhi dengan lem. Lukisan yang sudah jadi tersebut tinggal diberi pigura. "Kamper/kapur barus dan minyak tanah fungsinya untuk mengawetkan daun tumbuh-tumbuhan dan membuang kuman yang melekat," kata Mas Wi.

Usaha ini tidak membutuhkan banyak modal. Mas Wi mengaku hanya mengeluarkan uang untuk bahan, seperti lem, triplek/kanvas/kertas, dan pigura. Sementara untuk daun tumbuh-tumbuhannya, tinggal mengambil di mana-mana mengingat daun tumbuhan apa saja dapat dibuat lukisan. Mas Wi hanya perlu merogoh kocek kurang dari Rp 500.000 untuk menghasilkan sekitar 30 lukisan ukuran 50 x 50 cm.

Namun, karena masih asing bagi banyak orang, lukisan dari daun tumbuh-tumbuhan ini menemui kesulitan pada awal pemasarannya. Mas Wi mengawali pemasaran lukisan daunnya tahun 2006 silam di pasar-pasar daerah Kota Tebing Tinggi (SUMUT). Karena hanya sekedar dititipkan di toko orang lain, karyanya kurang laku.

Untuk menarik perhatian calon pembeli, Mas Wi mendemonstrasikan pembuatan lukisan dari daun. Hasilnya, kini lukisannya semakin dikenal dan pendapatan meningkat setiap bulannya.

Mas Wi mengantongi Rp 5 juta tiap bulannya dan meningkat ketika pameran atau hari libur. Untuk lukisan ukuran 20 x 30 cm dijual dengan harga Rp 50.000, sedang lukisan paling mahal dijual sekitar Rp 3 juta dengan ukuran 1.5 m x 90 cm. "Semakin besar ukuran dan rumit cara membuatnya, semakin mahal pula harganya, " kata Mas Wi.

Peminat lukisan daun ini justru banyak dari mancanegara seperti Malaysia, Jepang, dan Arab Saudi. Biasanya, kata Mas Wi, pembeli dari mancanegara memesan 30 lukisan setiap bulannya.

"Gambarnya bebas, ada pemandangan, manusia, hewan dan lain-lain, tapi yang paling laku gambar pemandangan karena orang luar (turis) suka lukisan pemandangan. Saya tinggal siapkan lukisannya, mereka yang memilih," kata Mas Wi. Sedangkan untuk dalam negeri, pesanan mengalir dari Bali, Batam, dan Medan. Pesanan terbanyak berasal dari Medan sekitar 10-15 lukisan per bulannya. Kedepan, Mas Wi berangan-angan ingin memperbesar lagi usahanya dengan menambah toko atau galeri untuk menjual lukisan daun karyanya.

Beberapa waktu yang lalu tepatnya bulan Mei 2009, Badan Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PMK) Kota Tebing Tinggi, memesan sebuah lukisan dari Mas Wi, guna dipamerkan dalam pameran pembangunan kabupaten/kota di Stabat Kabupaten Langkat.

No comments:

Post a Comment

Silakan berikan komenter,kritik, saran, dan usul yang bersifat membangun (tidak mengandung unsur negatif dan SARA)