Tuesday, September 15, 2009

UMN Al Washliyah Medan : "Kelas jauh" dilarang oleh DIRJEN DIKTI

SINERGI Online.

Larangan “Kelas Jauh” telah dikeluarkan oleh Dirjen Dikti melalui surat edaran tanggal 21 Oktober 1997 nomor 2559/D/T/97, guna menghindarkan hal-hal yang tidak kita inginkan dan agar penyelenggaraan program pendidikan tinggi tetap konsisten sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahkan Dirjen Dikti melalui suratnya tanggal 8 Maret 2006 nomor 861/D/T/2006 menegaskan bahwa ”kelas jauh” adalah kegiatan perkuliahan di luar kampus yang tidak dibenarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Depdiknas.

Terhadap perguruan tinggi yang apabila diketahui secara langsung atau dari laporan masyarakat menyelenggarakan ”kelas jauh”, tentunya kami tindaklanjuti sesuai dengan tugas dan kewenangan Kopertis.

Perlu diketahui bahwa ada aturan tentang penyelenggaraan program pendidikan tinggi jarak jauh (PTJJ) yaitu program pendidikan tinggi dengan proses pembelajaran yang dilakukan secara jarak jauh melalui penggunaan berbagai media komunikasi. PTJJ ini diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan (SK Mendiknas nomor 107/U/2001 tanggal 2 Juli 2001) dan saat ini yang telah melaksanakan PTJJ adalah Universitas Terbuka.

Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan jarak jauh (PJJ) adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi dan media lain.

Untuk informasi selanjutnya dapat diketahui melalui website Ditjen Dikti : http:/www.dikti.org


UU Tidak Mengenal Kelas Jauh

UU Sisdiknas hanya mengenal pendidikan program jarak jauh dan satuan jenjang jenis pendidikan di Indonesia. “Tidak ada kelas jauh dalam UU pendidikan kita. Lantaran itu dapat dipahami ada larangan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti-red) Depdiknas tentang penyelenggaraan kelas jauh,” larangan penyelenggaraan kelas jauh kali pertama diterbitkan Dirjen Dikti pada 1997 dengan nomor surat 2559/D/1997. Kemudian larangan ini diperkuat pada Februari 2007 dengan nomor surat 595/D5.1/2007. “Lalu pada Maret 2007, Dirjen Dikti kembali mempertegas larangan kelas jauh dengan membuat surat edaran bernomor 058/003/22/KL/2007”. UT merupakan pendidikan program jarak jauh yang menggunakan media teknologi dan teleconference. Surat larangan kelas jauh itu disebarkan kepada rektor PTN/PTS, BKN, BKD, dan kepala daerah. Ada orang yang mengatakan, surat larangan Dirjen Dikti Depdiknas itu tidak mengikat dan terkait dengan hukum. Tetapi yang sebenarnya “Surat larangan penyelenggaraan kelas jauh itu sudah final dan mengikat”. Terkait dengan mahasiswa dan PNS yang sedang menempuh pendidikan di kelas jauh, diusulkan, agar kembali kepada perguruan tinggi induk. Alternatif lain, bisa ditempuh dengan memilih perguruan tinggi yang sudah memiliki legalitas. “Sebab kalau dipaksakan kuliah di kelas jauh, ijazah terancam tidak diakui,”. Dalam kesempatan ini, kepada pejabat di Dinas Pendidikan setempat agar tidak menutup mata dengan keberadaan kelas jauh di daerahnya masing-masing.

Lulusan Perkuliahan Kelas Jauh dan Sabtu-Minggu tidak Diakui

Reporter : Edwin Tirani

Pemerintah akan menertibkan perkuliahan Sabtu-Minggu dan kelas jauh (bukan jarak jauh seperti yang diselenggarakan Universitas Terbuka). Pemerintah juga tidak akan mengakui lulusan kuliah sistem ini.

Sekretaris Ditjen Dikti Suryo Hapsoro menegaskan, perkuliahan kelas jauh dalam bentuk apa pun dilarang pelaksanaannya. Pasalnya sistem ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 60/1999.

Untuk itu, Direktorat Kelembagaan Dirjen Dikti mengeluarkan Surat Edaran No 595/D5.1/2007 yang menyebutkan terhitung sejak 27 Februari 2007 telah melarang model Kelas Jauh dan Kelas Sabtu-Minggu dan telah menetapkan bahwa ijazah yang dikeluarkan tidak sah dan tidak dapat digunakan terhadap pengangkatan maupun pembinaan jenjang karier penyetaraan bagi Pegawai Negeri Sipil, TNI, dan Polri.

"Di samping bertentangan dengan aturan yang ada, jelas mutu perkuliahannya sangat dipertanyakan," tegas Suryo Hapsoro menjawab wartawan, di Jakarta, Minggu (27/5).

Dia mengatakan Dirjen Dikti Depdiknas Satryo Soemantri Brodjonegoro akan mengambil langkah-langkah penertiban terhadap lembaga yang menyelenggarakan perkuliahan sejenis demi menjaga mutu lulusan perguruan tinggi.

"Yang lebih penting lagi untuk menghindarkan masyarakat terjebak ke dalam situasi yang merugikan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH) Depdiknas, Bambang Wasito Adi mengatakan, berbeda dengan Kelas Jarak Jauh, program penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan dengan fasilitas e-learning, merupakan suatu jenis pendidikan modern.

E-learning adalah suatu proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi berupa komputer yang dilengkapi dengan sarana telekomunikasi (internet, intranet dan ekstranet) serta multimedia (grafis, audio, dan video) sebagai media utama dalam penyampaian materi dan interaksi antara pengajar dan pembelajar.

Tentang program jarak jauh, Bambang menjelaskan, Depdiknas tidak bertanggung jawab serta tidak mengakui keabsahan ijazah yang diperoleh dari penyelenggaraan pendidikan kelas jauh. Penyelenggaraan dan pemegang ijazah yang tidak sah ini dapat dikenakan hukuman berdasarkan UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 67, 68, 69 dan pasal 71.

Bambang meminta kepada masyarakat khususnya pejabat di daerah tidak tergiur mengikuti program kelas jauh yang banyak ditawarkan oleh PTN dan PTS melalui iklan di media cetak, karena berdasarkan surat edaran Dirjen Dikti Depdiknas No. 170/D/T/2005 menyatakan, sanksi kepada PTN dan PTS yang melaksanakan pendidikan kelas jauh dikenakan sanksi berat berupa penutupan perguruan tinggi/program studi dan sanksi ringan berupa penangguhan sementara otonomi pengelolaan perguruan tinggi. (Win/OL-06)

Kelas Jauh PTN Abaikan Esensi Pendidikan

Pemerintah akan mengendalikan sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN), terkait kian membiaknya program ekstensi. Salah satu program ekstensi yang paling awal dikendalikan adalah program pembelajaran jarak jauh untuk meluruskan arah dan tujuan pendidikan nasional.

"Maraknya program ekstensi, misalnya pembukaan kelas-kelas pembelajaran jarak jauh sudah mengabaikan esensi pendidikan. Pengertian kelas jauh tidak memenuhi akademis yang benar. Itulah yang mesti dibenahi. Ada PTN di Jawa yang membuka kelas pembelajaran jarak jauh di luar Jawa. Ini kan sudah masuk dalam domain Universitas Terbuka," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Bambang Wasito Adi ketika dihubungi Pembaruan, Selasa (16/10).

Dia menerangkan, kini ada kecenderungan sejumlah PTN membuka kelas-kelas pembelajaran jarak jauh. Padahal, ini sangat berpengaruh terhadap kualitas lulusan PTN yang bersangkutan. Belum lagi, tren calon mahasiswa yang memang ingin masuk PTN tetap tinggi. "Inilah yang kita khawatirkan. Kualitas PTN bisa memudar," katanya.

Terkait maraknya program ekstensi di PTN, Bambang mengakui adanya kekhawatiran dari kalangan perguruan tinggi swasta (PTS) yang mengalami kekurangan mahasiswa. "Kekhawatiran itu mungkin ada benarnya lantaran maraknya program ekstensi di PTN dan cenderung sudah tidak sesuai dengan daya tampung. Namun, harus diingat paling banyak hanya 20 persen siswa lulus UN yang masuk ke PTN. Sisanya memilih PTS, tentunya PTS yang bermutu. Di sinilah hukum pasar berlaku," kata dia.

Disinggung program pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu upaya PTN untuk mendanai keberlangsungan hidupnya, Bambang mengatakan PTN bisa menjaga reputasinya dengan menjadi kampus riset.

Peluang Usaha

Sementara itu, Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Bejo Sujanto mengatakan penilaian tentang berkurangnya calon mahasiswa yang masuk ke PTS lantaran PTN banyak membuka program ekstensi, kurang tepat. Pasalnya, daya tampung mahasiswa di PTN sudah sangat diperhitungkan.

"Keluhan maraknya program ekstensi di PTN yang membuat PTS kekurangan mahasiswa, bisa dibilang kurang tepat. Jumlah kursi yang tersedia di PTN cenderung tetap dari tahun ke tahun. PTN pun sudah memiliki jumlah maksimum penerimaan mahasiswa, baik itu program reguler maupun program nonreguler," katanya.

Sementara itu, Manajer Divisi Monitoring Pelayanan Publik, Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan mengatakan latar belakang maraknya program ekstensi lantaran pemerintah sudah mengurangi subsidi pendidikan di PTN. Hal inilah yang mendorong PTN mencari peluang usaha untuk menghidupi kegiatan-kegiatannya. Akibatnya, pendidikan sudah menjadi komoditas bisnis yang mengabaikan mutu. "Dengan maraknya program ekstensi di PTN menunjukkan kampus sudah mulai menjadi komoditas bisnis. Sementara, masyarakat sepertinya juga terkena sindrom ijazah. Artinya, jika ijazah itu dari PTN tentunya akan mendongkrak kualitas yang bersangkutan. Padahal, belum tentu benar demikian. Ini sudah terjadi simbiosis mutualisme," kata dia.

Pada kesempatan itu, Ade juga menyoroti pembukaan kelas-kelas jauh, yang menjadi salah satu program ekstensi PTN. "Kelas-kelas jauh inilah yang kerap diragukan mutunya. Ada contoh kelas jauh di Tangerang. Di sana, sarana dan prasarananya berantakan," kata dia.

Oleh karena itu, lanjut Ade, pemerintah sebaiknya melakukan intervensi terhadap PTN guna mengendalikan kelas-kelas ekstensi. Intervensi itu dalam bentuk pembenahan sekaligus mempertahankan mutu PTN. "Jangan sampai, mutu PTN hancur hanya karena program ekstensi yang kacau-balau," katanya. [W-12]


Lampiran Penyelenggaraan Kelas Jauh.

Jakarta, 22 September 2000

Nomor : 2630/D/T/2000

Lampiran :

Perihal : Penyelenggaraan Kelas Jauh.

Kepada Yth.

Rektor Institut/Universitas Negeri

Ketua Sekolah Tinggi Negeri

Koordinator Kopertis Wilayah I s.d. XII

Kami sampaikan dengan hormat bahwa sampai saat ini masih banyak PTN dan PTS yang menyelenggarakan kelas jauh. Hal ini kami ketahui melalui pemberitaan media cetak maupun dari berbagai laporan resmi yang kami terima.

Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami kepada pimpinan PTN dan PTS yang ingin berpartisipasi untuk mencerdaskan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia, terutama dalam menghadapi pelaksanaan otonomi daerah, maka kami mohon perhatian pimpinan PTN dan PTS terhadap beberapa hal sebagai berikut :

1. Kelas jauh dalam bentuk apapun tidak dapat dibenarkan.

2. Penyelenggaraan pendidikan jarak jauh (bukan kelas jauh) selama ini ditangani oleh Universitas Terbuka, dan dalam waktu mendatang PTN lain dan PTS dapat melakukan pendidikan jarak jauh dengan menggunakan pola seperti Universitas Terbuka atau menggunakan media teknologi informasi yang saat ini sudah sangat berkembang.

3. Untuk menjamin mutu dan keadilan dalam berkompetisi antara PTN dan PTS maka perlu ditetapkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pendidikan Jarak Jauh.

4. Segera setelah terbitnya keputusan tersebut maka PTN dan PTS dapat mengusulkan pelaksanaan pendidikan jarakjauh berdasarkan rambu-rambu yang berlaku.

5. Evaluasi akan dilakukan secara cermat terhadap usulan tersebut sebelum dikeluarkan ijin penyelenggaraan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Demikian agar diketahui dan dipenuhi, dan terima kasih atas perhatian yang diberikan.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi

Satryo Soemantri Brodjonegoro

NIP 130889802

Tembusan Yth :

1. Menteri Pendidikan Nasional (Sebagai laporan).

2. Sekretaris Jenderal Depdiknas.

3. Inspektur Jenderal Depdiknas

4. Sekretaris dan Direktur Ditjen Dikti.


Sumber :

www.dikti.go.id

http://www.media-indonesia.com/berita.asp?id=133998

elektrojoss.wordpress.com


No comments:

Post a Comment

Silakan berikan komenter,kritik, saran, dan usul yang bersifat membangun (tidak mengandung unsur negatif dan SARA)